Apa itu Korupsi?

Assalamualaikum wr. wb..

tugas kuliah semester satu, mata kuliah sosiologi. berasal dari berbagai sumber. boleh mengopy, asal tinggalkan komentar 🙂

1. Definisi Korupsi

Secara sederhana, korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu bagian kecil dari fraud (penyimpangan), yaitu "the use of one's occupation for personal enrichment though the deliberate misuse or misaplication of the employing organization's resources or assets" atau menyalahgunakan kekuasaan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.

Sebuah definisi korupsi yang banyak dikutip adalah : tingkah laku yang menyimpang dari tugas – tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturan – aturan pelaksana beberapa tingkah laku pribadi.

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.

Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.

UU no 20/2001 Jo 31/1999 menyebutkan bahwa pengertian korupsi setidaknya mencakup perbuatan :

1. melawan hukum, memperkaya diri, orang / badan lain yang merugikan keuangan / perekonomian negara (Pasal 2)

2. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian negara (pasal 3)

3. Kelompok delik penyuapan (pasal 5, 6, 11)

4. Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, 10)

5. Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)

6. Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)

7. Delik Gratifikasi (pasal 12B, 12C)

2. Penyebab Korupsi

Menurut sebagian orang, kemiskinan adalah akar dari masalah korupsi. Tetapi kemiskinan bukan merupakan satu – satunya penyebab. Jika kemiskinan yang menyebabkan korupsi, maka sulit menjelaskan mengapa negara – negara kaya dan makmur penuh dengan skandal yang sedikit sekali melibatkan orang yang dapat digolongkan ke dalam kelompok “miskin” atau “kekurangan”. Pendapat ini menyamakan kemiskinan dengan ketidakjujuran, yang mana konsep ini ditentang keras oleh sejumlah pengamat, yang melihat bahwa mengaitkan kemiskinan dengan ketidakjujuran tidak lain dari upaya menyudutkan kelompok miskin. Juga tidak dapat dikatakan bahwa orang – orang yang memanipulasi sistem perbankan, memberikan pinjaman uang yang tidak dikembalikan dan melakukan perdagangan orang dalam dengan deposito nasabah yang lugu, adalah orang – orang melarat. Korupsi adalah pisau bermata dua, dapat muncul dari harta dan kemakmuran, dan dapat juga muncul dari ketiadaan harta dan kemakmuran.

Sebuah perkiraan baru – baru ini yang dibuat oleh World Bank mengenai kekayaan yang disimpan para pemimpin Afrika di bank – bank Eropa mencapai beberapa miliar dolar AS. Tidak satupun dari para pemimpin ini yang dapat dikatakan miskin. Namun, mereka dengan menguras habis harta negara, jelas menambah parah kemiskinan rakyat mereka. Keputusan – keputusan mengenai anggaran publik didasarkan pada pertimbangan keuntungan pribadi dan ditopang oleh uang sogok luar biasa besar yang diberikan oleh perusahaan – perusahaan dari negara – negara industri tanpa mempertimbangkan sedikitpun kepentingan negara bersangkutan atau rakyatnya. Ini membawa dampak buruk pada pembangunan sosial dan ekonomi. Karena itu, korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tetapi sebaliknya justru, kemiskinan yang disebabkan oleh korupsi.

Pribadi – pribadi yang tindak korupsinya membawa dampak paling negatif pada suatu negara tidak besar jumlahnya dan perilaku mereka mungkin nampak, atau mungkin juga tidak, tampak seperti warga biasa. Namun, korupsi kecil – kecilan yang ditemukan orang setiap hari dalam kehidupan masing – masing sering disebabkan oleh kemiskinan dalam berbagai bentuknya.

Di negara – negara termiskin (umumnya negeri – negeri dengan elite yang korup) gaji pegawai negari memang tidak cukup untuk menyambung hidup. Sering terjadi pemerintah tidak mampu menggaji pegawainya. Karena itu, gaji rendah pejabat publik sering dilihat sebagai penyebab korupsi, setidak – tidaknya penyebab korupsi kecil – kecilan, jika tidak di seluruh sistem. Namun penyebab korupsi masih lebih rumit daripada sekedar gaji kecil.

3. Bentuk – bentuk Korupsi yang Umum Dikenal

  • Berkhianat, subversi, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
  • Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.
  • Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsu dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
  • Menyalahgunakan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
  • Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.
  • Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.
  • Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu.
  • Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi.
  • Menjegal pemilihan umum, memalsu kartu suara, membagi – bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.
  • Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi, membuat laporan palsu.
  • Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milih pemerintah, dan surat izin pemerintah.
  • Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
  • Menghindari pajak, meraih laba berlebih – lebihan.
  • Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.
  • Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.
  • Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
  • Perkoncoan menutupi kejahatan.
  • Memata – matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
  • Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.

4. Akibat Korupsi

Akibat dari perilaku korupsi tidak hanya sebatas birokrasi berbelit – belit yang berujung kemiskinan masyarakat, tapi jauh lebih kompleks daripada itu.

  • Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan pemerintah (misalnya, korupsi dalam pengangkatan pejabat menimbulkan inefisiensi dan pemborosan, korupsi dalam alokasi sumber daya universitas yang terbatas mengakibatkan peluang yang terbatas tidak digunakan dengan sebaik – baiknya, dan sebagainya).
  • Korupsi menular ke lingkungan tempat sektor swasta beroperasi, yang menimbulkan tindak mengejar laba dengan cepat (dan secara berlebihan) dalam situasi yang sulit diramalkan, atau melemahkan investasi dalam negeri, dan menyisihkan pendatang baru dan dengan demikian mengurangi partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta.
  • Korupsi mencerminkan kenaikan harga administrasi (pembayar pajak juga harus menggunakan suap, yang berarti harus membayar beberapa kali lipat bagi pelayanan yang sama).
  • Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah, hal ini akan mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.
  • Korupsi menimbulkan pengaruh yang merusak mental aparat pemerintah, melunturkan keberanian yang diperlukan untuk mematuhi standar etika yang tinggi (“kemunduran moral, setiap orang bertanya mengapa hanya dia yang harus menjunjung tinggi moralitas”)
  • Korupsi dalam pemerintahan, dalam pandangan masyarakat luas menurunkan rasa hormat pada kekuasaan yang dipercayakan dan karena itu pada legitimasi pemerintah.
  • Jika elite politik dan pejabat tinggi pemerintahan secara luas dianggap korup, maka publik akan menyimpulkan tidak ada alasan mengapa publik tidak boleh korup juga.
  • Hal yang menghambat pembangunan adalah keengganan di tingkat politik untuk mengambil keputusan yang tidak populer. (“seorang pejabat atau polisi yang korup adalah pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri, yang tidak mau berkorban demi kemakmuran bersama seluruh negara di masa datang”).
  • Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi produktivitas karena waktu dan energi habis untuk menjalin hubungan guna menghindari atau mengalahkan sistem, daripada untuk meningkatkan kepercayaan dan memberikan alasan yang objektif mengenai permintaan layanan yang diperlukan.
  • Korupsi, karena merupakan ketidakadilan yang dilembagakan, mau tidak mau akan menimbulkan perkara yang harus dibawa kepengadilan dan tuduhan – tuduhan palsu yang dapat digunakan pada pejabat yang jujur sekalipun untuk diperas.
  • Bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa negara (“uang pelicin” / “uang rokok”) menyebabkan keputusan ditimbang berdasarkan uang, bukan berdasarkan kebutuhan manusia.

5. Contoh Kasus Korupsi yang Akrab dengan Masyarakat

Di Sekolah, Banyak Praktek Korupsi

Praktek penggelapan dan korupsi banyak di lakukan pihak sekolah. Sayangnya, kebanyakan orang tua murid yang tidak menyadari menjadi korban, tidak peduli, tidak berani bersikap kritis atau justru ikut ambil untung. Anda termasuk yang mana?

Sekolah sebagai tempat pembelajaran bagi siswa seharusnya juga menerapkan prinsip demokrasi seperti kejujuran, integritas, transparansi dan bebas dari korupsi. Namun dalam prakteknya seringkali terjadi pelanggaran. Misalnya saja terjadi penggelapan, mark up, penyalahgunaan anggaran, manipulasi anggaran, penyuapan dan jual beli nilai/kenaikan kelas.

Sebenarnya pemerintah pusat telah mengupayakan sekolah gratis dengan adanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Selain itu tidak sedikit pemerintah daerah yang juga memberikan DOP (Dana Operasional Pendidikan). Beberapa Pemda juga memperhatikan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan berjuta-juta, misalkan di Jakarta tax home pay guru SD sekitar Rp 6 jutaan.

Meski mendapat kucuran dana dari pemerintah, ternyata masih begitu banyak sekolah yang meminta pungutan dari orang tua murid. Pungutan bermacam-macam sejak siswa masuk sekolah hingga lulus. Pada saat masuk, seringkali sekolah meminta iuran uang masuk yang jumlahnya bervariasi. Dengan alasan takut anaknya tidak mendapat sekolah (apalagi sekolah favorit), tentu orang tua manut-manut saja ’diperas’ sedemikian rupa atau bahkan tak jarang ’berlomba-lomba’ menyuap agar anaknya diterima.

Sebagai contoh, untuk masuk di sekolah SD di Jakarta Timur, pungutan sekolah mencapai Rp 7 juta. Untuk menghaluskan praktek tersebut, pihak sekolah meminta para orang tua murid menandatangani pernyataan tidak pernah menyetorkan sepeserpun pada sekolah.

Sebenarnya Dinas pendidikan telah mengeluarkan aturan melarang sekolah memungut biaya masuk pada siswa. Tapi kenyataannya, meski praktek tersebut secara kasat mata banyak terjadi, tapi Dinas Pendidikan tidak melakukan apapun. Why? Ada yang mengatakan, pungutan itu juga mengalir ke atas.

Selama murid bersekolah, sekolah penerima dana BOS dan BOP juga masih terus meminta pungutan. Misalnya uang iuran bulanan dari yang puluhan ribu hingga jutaan, uang ekstrakulikuler, pembelian peralatan sekolah, buku, wisata, seragam/ kenaikan kelas dan juga uang wisuda.

Dalam beberapa kasus, terjadi dobel pelaporan. Sebagai contoh, suatu sekolah akan membeli 20 unit komputer, dengan harga @ Rp 8 juta, atau total Rp 160 juta. Ternyata, pembelian 20 unit komputer tidak hanya dilaporkan dalam pelaporan dana BOS. Tetapi item pembelian tersebut dimasukkan dalam laporan penggunaan dana BOP dan penggunaan dana iuran dari siswa. Dengan adanya 3 pelaporan itu, seharusnya ada 60 komputer yang dibeli. Tapi kenyataannya hanya 20 unit. Artinya ada uang yang melayang Rp 320 juta. Kemana larinya uang tersebut? Itu baru 1 item pengadaan komputer. Bagaimana dengan pengadaan item yang lain?

Sebenarnya ada mekanisme pengawasan dari Dinas pada sekolah. Tapi kenapa praktek curang tersebut masih bisa berjalan? Beberapa pihak telah membuka suara bahwa ternyata pengawas dari Dinas banyak yang tidak bekerja semestinya/ tidak jujur. Banyak yang hanya datang, duduk, lantas diam menikmati suguhan (plus amplop) dan kemudian pergi.

Terkait dengan adanya uang yang dikelola sekolah baik dari pemerintah maupun pungutan dari orang tua, apakah semua uang itu dibukukan dengan baik, transparan dan akuntabel? Pertanyaan selanjutnya apakah orang tua murid diberi hak untuk mengaksesnya?

Beberapa orang tua murid telah mencoba bersikap kritis terhadap ketertutupan sekolah dengan menanyakan pertanggungjawaban keuangan/ mengkalrifikasi dugaan penyimpangan. Contohnya di SD Percontohan IKIP, dan SMAN 68. Saat melihat ada dugaan penyimpangan dengan nilai miliaran, beberapa ortu yang juga anggota komite sekolah melaporkan pada aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian. Hal itu berbuah laporan pencemaran nama baik dari sekolah. Dan ironisnya, kasus dugaan korupsinya tidak diusut, sementara pencemaran nama baiknya dipercepat.

Tak hanya itu, anak mereka pun juga diintimidasi di sekolah. Misalnya rapor tidak diberikan, ditulis dengan pensil, tidak ditandatangani/ dicap dan dalam rapor siswa tersebut tidak dinyatakan naik kelas atau tidak naik kelas. Perlakuan tersebut jelas melanggar HAM khususnya hak anak dalam memperoleh pendidikan dan hak bebas dari perlakuan diskrminatif. Dan kini kasus tersebut telah dilaporkan pada Komnas HAM.

Meski banyak fakta menunjukkan kebocoran BOS, BOP dan dugaan praktek penggelapan dan korupsi, sayangnya hal tersebut masih belum mendapat perhatian dari pemerintah. Progam BOS dan BOP masih berjalan tanpa pengawasan ketat dan jujur. Padahal bila dijumlahkan, dugaan korupsi di sekolah di seluruh Indonesia tentu nilainya sangat tinggi. Di satu sisi, pihak orang tua yang ingin ada kebenaran justru dibungkam.

6. Pembahasan kasus Menurut Aspek – Aspek Sosiologis

Kasus korupsi di sekolah adalah salah satu dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. tanggapan masyarakat pun berbeda – beda, meski kebanyakan menentang apa yang dilakukan pihak sekolah. setelah terungkapnya kasus korupsi di berbagai sekolah, akan menimbulkan sebuah stigma masyarakat terhadap lembaga pendidikan itu sendiri. Sekolah hanya akan dianggap sebagai formalitas belaka yang pada akhirnya pun berujung pada uang. Padahal seharusnya, sekolah adalah lembaga pendidikan penting yang sangat berpengaruh pada hidup seseorang. Kini, bila sekolah memiliki stigma buruk, bagaimana bisa masyarakat mempercayakan anaknya untuk diberi ilmu?

Korupsi tampaknya sudah sangat mendarah daging di dalam masyarakat Indonesia, karena hampir di semua lapisan masyarakat terbukti pernah atau sedang melakukan tindak korupsi. Perilaku korupsi itu sendiri sebenarnya muncul dari azas kekeluargaan yang dianut oleh bangsa kita secara turun temurun. Adanya azas kekeluargaan itulah yang terkadang malah membuat tindakan yang benar jadi terlihat salah, dan yang salah selalu ada pembenarannya sehingga terlihat benar. Contohnya begini, ada seseorang yang memegang jabatan tinggi di suatu perusahaan, ketika keponakan atau saudara jauhnya melamar kerja di perusahaan tersebut, akan diterima dengan mudah karena berpegang pada azas kekeluargaan. Jika dia tidak menerima keponakannya bekerja di perusahaan tersebut, maka dia akan di cap buruk oleh keluarganya, karena dianggap tidak mau membantu keluarga sendiri. Inilah yang dimaksud dengan pembenaran yang salah.

Adat dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat, dalam hal ini masalah kekeluargaan, sangat mempengaruhi perkembangan korupsi itu sendiri. Sehingga, menilik kasus korupsi di sekolah, masyarakat menjadi terbiasa akan adanya sogok – menyogok dan malah merasa aneh bila hal itu tidak ada. Meski sebagian kecil menentang adanya korupsi dalam sekolah, namun kebanyakan justru bungkam dan memilih ikut peraturan tak tertulis tersebut. Mereka membiasakan diri dengan peraturan – peraturan tersebut. Hal inilah yang membuat pemberantasan korupsi di Indonesia banyak hambatannya. Kembali lagi dengan azas kekeluargaan, bukan berarti tidak boleh ada azas kekeluargaan agar tidak ada korupsi, tapi lebih tepatnya azas tersebut harus ditafsirkan dengan baik dan sesuai tempatnya, sehingga dalam pengimplementasiannya tidak lagi berkaitan dengan korupsi.

Bila warga negara Indonesia tidak lagi melakukan tindak korupsi, maka negara akan berangsur – angsur menuju ke arah yang lebih baik. Bahkan mungkin negara kita akan bisa menyandang peringkat negara maju, karena Indonesia punya aset – aset berharga yang bila dikembangkan secara optimal akan menjadikannya maju dan berpengaruh dengan negara lain. Tetapi bila korupsi masih terus ada dalam masyarakat dan penegakan hukumnya kurang tegas, maka predikat negara maju pun hanya akan terus menjadi mimpi yang tak tergapai.

Daftar Pustaka

· Klitgaard, Robert. Membasmi Korupsi. 2005. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta.

· Pope, Jeremy. Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional. 2007. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta.

· KPK. Memahami Untuk Membasmi, Buku Saku Tindak Pidana Korupsi. 2006. KPK : Jakarta.

· http://www.wikimu.com/News/

· http://www.id.wikipedia.org/

5 thoughts on “Apa itu Korupsi?

  1. Korupsi meraja rela karena para sarjana hukum dari dulu sampai sekarang melakukan tindakan korupsi di bidang pendidikan. Bagaimana mau berantas korupsi kalau aparat penegak hukum merupakan sumber dari korupsi tersebut?

  2. Asawab,,,,,,,,,,,,,, hmmm mnurtq solusi yang tepat untuk memberantas korupsi,,,
    ya,, di beri sanksi yang tegas aja byar pada jerah tuuu,,,,,,
    saran:langsug hukum mati

Leave a comment